Indonesiaku pagi ini tampak begitu
cerah, matahari melambai dari ufuk barat diiringi dengan kabut tipis yang
menghalangi jarak pandangku. Tetesan embun seakan ikut meramaikan suasana kali
ini. Aku mengayuh sepeda biruku dengan penuh semangat dan harapan, 10 menit
sudah aku menghabiskan waktu di perjalanan akhirnya sampai di tempat tujuanku.
Sekolahku terletak di sudut kota dengan gedung yang sangat tinggi, tak heran
hamper semua siswa disini adalah bangsa konglomerat dan orang berada, aku tak
pernah minder dengan semua itu aku memilih sekolah ini karena secara kualitas
bagus dan aku bisa bertahan sampai sekarang karena kerja keras orangtuaku dan
beasiswa dari pemerintah. Ambisiku untuk menjadi yang terbaik memang sangat
tinggi dibandingkan teman-teman yang lain. Aku jarang menunda-nunda pekerjaan
apalagi hanya untuk bermalas-malasan di sekolah bagiku itu merugikan diri
sendiri. Kadang aku merasa iri melihat teman-temanku diantar- jemput
menggunakan mobil mewah dan saat hujanpun tidak akan basah kuyup sepertiku,
walaupun kadang merasa capek tapi aku sadar orangtuaku yang bekerja untuk
membiayaiku saja tidak pernah mengeluh capek. Mereka hanya ingin anak
satu-satunya bisa sukses walaupun dari keluarga yang berlatar belakang sebagai
orang tak berada. Tapi sukses itu milik semua orang yang mau bekerja keras dan
sungguh-sungguh.
Suasana di kelas kadang membuatku
jenuh, semua siswa asyik dan ribut sendiri, padahal ibu guru berpesan kerjakan
semua soal yang ada di papan tulis. Akan tetapi soal itu seakan bayangan gaib
yang tidak nyata. Aku segera mengambil selembar kertas dan mencoba untuk
mengerjakan sementara yang lain ada yang bermain games, sibuk dengan gadget,
selfie dsb kecanggihan teknologi memang tidak dapat dihindari tapi itu tergantung
pada diri individu. Sepuluh soal yang bagiku sedikit menguras otak tapi satu
jam berlalu tugas siap untuk dikumpulkan. Tiba-tiba beberapa dari temanku
menghampiriku dan meminta izin untuk meminjam hasil pekerjaanku untuk ditulis
ulang. Tapi aku tak bersedia jika mereka hanya sekedar mencontek aku rela
meluangkan waktuku untuk menjelaskan dan mengajari bagaimana cara
mengerjakannya, tapi mereka tak ingin berlama-lama terjun ke dalam soal-soal
itu dan akhirnya mereka merebut pekerjaanku dan menconteknya. Sudah beberapa
kali aku menemukan kejadian seperti ini bahkan saat ulangan akhir semester ada
yang membawa alat komunikasi untuk saling bertukar jawaban atau untuk browsing
dsb. Aku sudah sering menegur mereka dan sejak saat itu aku tak mempunyai teman,
mereka menganggapku anak yang sok pinter, pelit, egois dan menangnya sendiri.
Padahal niatku baik aku ingin mereka berubah dan mengerjakan segala sesuatunya
dengan jujur. Karena kejujuran di Indonesia merupakan barang langka yang perlu
dilestarikan, dari semua kalangan nilai kejujuran itu mahal dan aku bangga bisa
mengerjakan segala sesuatu dengan jujur. Aku ingin Indonesia memiliki generasi
yang jujur dan itu dimulai dari hal yang kecil, karena hal kecil jika dilakukan
terus menerus akan berdampak besar. Semoga sekolah di Indonesia tidak hanya
menekankan pada kualitas ilmu pengetahuan tapi harus menekankan pada etika dan
akhlak yang baik. Indonesia mempunyai banyak orang pintar dan cerdas tapi untuk
saat ini Indonesia sedang membutuhkan orang yang jujur.
Mari kita mulai dari diri sendiri
ReplyDeleteBTW, boleh ajarain bikin templatenya..
Kece banget
jujur mulai dari diri sendiri.. biar bisa jadi contoh untuk generasi selanjutnya.. btw, semangat mengajar cik gu ^_^
ReplyDeleteUdah kayak budaya banget ya nyontek ini.. mhmmm.. semoga kita semua bisa mengubah budaya inj ya mbak..
ReplyDeleteAku bahkan pernah dimusuhi karena menulis ketidak setujuanku tentang contek-menyontek.
ReplyDeletesemangat jujur mba Novi :)